Penulis : Bisnis Dalam Sufi
judul artikel : Bisnis Dalam Sufi
Bisnis Dalam Sufi
Ahmad Nashruddin mengutip pendapat pakar marketing Indonesia Hermawan Kertajaya (2005) bahwa ada tiga era perkembangan landscape (pandangan) bisnis. Era pertama disebut polarisasi. Dimana spiritual dianggap kontraproduktif dengan bisnis. Jadi spiritual di dunia putih, sedang bisnis di dunia hitam.rahasia trading forex
Lalu muncul era
kedua, yang dinamakan era balancing, yang dimulai ketika keadaan semakin tidak
menentu, orang mulai bingung, merasakan kegersangan. Dalam era ini, bisnis
boleh melakukan apa saja, tapi hasilnya disumbangkan untuk kegiatan-kegiatan
sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Dengan demikian mereka merasa telah
melakukan kebaikan yang dengan itu mereka berharap Tuhan tidak memurkainya.
Era kedua tersebut dirasa
belum sempurna, sehingga muncullah era ketiga yang disebut dengan era integration,
dimana bisnis tidak dipisahkan dari aspek spiritual, 100% bisnis, 100%
spiritual dalam satu aktivitas. Hasil penelitian konsultan bisnis sekaligus
professor di Universitas Colorado, Gay Hendricks, Ph.D, di Amerika Serikat
dalam bukunya berjudul “The Corporate Mystic” yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Kaifa (1996) menunjukkan bahwa CEO kelas
tinggi memiliki spiritual yang kuat. Mereka memegang nilai-nilai spiritual
sampai ke dunia bisnis. Pribadi yang seperti ini hidupnya lebih dinamis, stabil
dan optimis.
Sampai saat ini
kajian spiritualitas bisnis marak dibahas di berbagai seminar. Sebenarnya dalam
Islam tidak ada pemisahan antara spiritual dan bisnis. Seperti itulah yang
dicontohkan Rasulullah saw. dan para shahabat. Mereka mengaplikasikan
nilai-nilai spiritual ke seluruh aspek kehidupan. Mereka membawa nilai-nilai
masjid ke pasar. Ini mencerminkan ajaran Islam yang komprehensif dan integral.
-Urgensi
spiritual dalam bisnis:
Setidaknya tiga
alasan urgensi spiritual dalam bisnis; Pertama, integrasi hidup. Allah
menurunkan Islam ke muka bumi sebagai hudan linnas (petunjuk hidup manusia),
maka ia memiliki karakter komprehensif dan integral. Karena itulah Islam tidak
mengenal pemisahan aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial maupun politik. Tidak
ada dalam Islam, kita boleh menggunakan nilai-nilai Islam dalam bersosial,
sementara dalam berekonomi kita menggunakan nilai-nilai liberal. Parsialisme
nilai seperti ini justru akan berakibat pada kegelisahan jiwa. Islam juga tidak
mengenal pemisahan aspek duniawi dan ukhrawi. Tidak ada wilayah duniawi yang
lepas begitu saja dari nilai ukhrawi, karena sekecil apa pun yang kita lakukan
akan berdampak di akhirat (QS. 99:7 – 8).
Rasulullah pun bersabda,“Seorang mukmin akan diberi pahala dalam melakukan hal apa pun, termasuk suapan nasi yang dimasukkan ke mulut istrinya” (HR. Ahmad).
Rasulullah pun bersabda,“Seorang mukmin akan diberi pahala dalam melakukan hal apa pun, termasuk suapan nasi yang dimasukkan ke mulut istrinya” (HR. Ahmad).
Kedua, bisnis
bernilai ibadah. Allah ciptakan manusia dengan tujuan asas ibadah (QS. 51:56).
Maka bisnis harus bernilai ibadah.
Hal ini diperkuat dengan perintah untuk bekerja, “… dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah…” (QS. 73:20).
Al-Qurthubi berkata, pada ayat di atas, Allah memandang sama derajat orang yang berjihad dengan orang yang berusaha untuk mendapatkan harta halal untuk menafkahkan dirinya dan keluarganya, berbuat baik, dan bersedekah (Tafsir Al-Qurthubi. Cet II-Kairo 1327 H. Jilid 19 hal. 49).
Rasulullah juga bersabda,“berbisnislah kamu, karena sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam bisnis” (HR. Ahmad).
Hal ini diperkuat dengan perintah untuk bekerja, “… dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah…” (QS. 73:20).
Al-Qurthubi berkata, pada ayat di atas, Allah memandang sama derajat orang yang berjihad dengan orang yang berusaha untuk mendapatkan harta halal untuk menafkahkan dirinya dan keluarganya, berbuat baik, dan bersedekah (Tafsir Al-Qurthubi. Cet II-Kairo 1327 H. Jilid 19 hal. 49).
Rasulullah juga bersabda,“berbisnislah kamu, karena sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam bisnis” (HR. Ahmad).
Ketiga, hubungan
transendental. Allah berfirman, “… Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya…” (QS. 65:3). Ayat
ini mengungkapkan adanya hubungan linear antara tawakkal dan rezeki, bahwa
Allah memberi rezeki pada mereka yang bertawakkal. Berusaha semaksimal mungkin
dan menyerahkan hasilnya pada Allah yang maha menentukan rezeki. Tidak hanya
tawakkal, tapi ada aktivitas spiritual lain seperti istighfar, syukur dan
bertaqwa yang dapat mendatangkan kemudahan dalam bisnis dan rezeki (QS. 11:3,
14:7, 7:96).
Dan sebaliknya aktivitas spiritual destruktif (baca: maksiat) akan menghambat rezeki, Rasul bersabda, “Seorang laki-laki tidak akan mendapatkan rezeki karena dihalangi oleh dosa yang dimiliki” (HR. Ibnu Majah).
Tidak sulit memahami hubungan tersebut, karena logikanya, Allah yang menciptakan alam, Allah yang menyuruh bekerja, Allah yang mengarahkan etika bekerja (QS. 6:152, 83:1-3, 5:1), dan Allah pulalah yang menentukan hasilnya (QS. 17:30). Maka pasti ada sinergi di balik ketentuan tersebut. Jelas ada hubungan fundamental dalam pandangan hidup muslim antara Allah dan bisnis.
Dan sebaliknya aktivitas spiritual destruktif (baca: maksiat) akan menghambat rezeki, Rasul bersabda, “Seorang laki-laki tidak akan mendapatkan rezeki karena dihalangi oleh dosa yang dimiliki” (HR. Ibnu Majah).
Tidak sulit memahami hubungan tersebut, karena logikanya, Allah yang menciptakan alam, Allah yang menyuruh bekerja, Allah yang mengarahkan etika bekerja (QS. 6:152, 83:1-3, 5:1), dan Allah pulalah yang menentukan hasilnya (QS. 17:30). Maka pasti ada sinergi di balik ketentuan tersebut. Jelas ada hubungan fundamental dalam pandangan hidup muslim antara Allah dan bisnis.
-Peran spiritual
dalam bisnis:
Setidaknya ada
tiga peran penting spritual dalam bisnis; Pertama, daya kreasi. Manusia adalah
makhluk spiritual yang berdimensi fisik (QS. 15:29). Aspek spiritual membuat
manusia mampu memahami pesan Ilahi, dan fisik mewujudkannya dalam tataran
materi. Spiritual yang menyimpan gelora idealisme, maka ia akan memberi
kekuatan untuk mengadakan dan menciptakan semua sarana dan materi untuk
mewujudkan idealismenya. Inilah kemudian yang mendorong pribadi shahabat untuk
menjadi pebisnis kreatif dan produktif. Tak heran jika Khalid bin Walid
merupakan penglima besar, tapi juga pebisnis.
Daya cipta material inilah yang menjelaskan mengapa orang seperti Abu Bakar dan Ustman bin Affan berani menginfakkan seluruh hartanya, sebab mereka percaya pada daya cipta material mereka. Inilah salah satu aspek yang menjelaskan mengapa generasi shahabat tidak hanya mampu memenangkan berbagai pertempuran, tapi juga mampu menciptakan kemakmuran setelah mereka berkuasa.
Kedua, fungsi
kontrol. Kesadaran spiritual akan menghindarkan manusia dari jebakan penghambaan
pada materi. Kesulitan materi tidak lantas membuat dirinya menyerah. Justru
kekuatan spiritual akan mendorong dirinya untuk bangkit menciptakan materi
sebagai sarana mewujudkan cita-cita hidup mulia. Hal inilah yang menjelaskan
mengapa ketika Sa’ad Ibnu Rabi’ (dari kalangan Anshar) menawarkan modal kerja
pada Abdur Rahman bin ‘Auf (dari kalangan Muhajirin) menolak, lalu meminta
untuk tunjukkan saja letak pasar madinah.
Dan di saat
materi berlimpah, spiritualitas bisnis akan mencegah pelakunya dari arogansi
diri. Karena keberhasilan bisnis yang ia raih bukanlah karena keunggulan
dirinya, melainkan karena rahmat Allah. Ia tidak akan lupa bahwa rezeki yang
ditangan adalah titipan Allah semata, yang kelak akan dimintai pertanggung
jawaban. Maka ia akan berhati-hati dengan cara memperoleh dan membelanjakannya.
Kekuatan spiritual membuat bisnis berjalan penuh moral, karena spiritual mengutamakan keberkahan dari pada keuntungan, mengutamakan kemuliaan dari pada kemenangan. Bahkan rendahnya nilai moral dalam dunia bisnis, lambat laun akan menjadi bumerang bagi bisnis itu sendiri, lantaran hilangnya kepercayaan.
Kekuatan spiritual membuat bisnis berjalan penuh moral, karena spiritual mengutamakan keberkahan dari pada keuntungan, mengutamakan kemuliaan dari pada kemenangan. Bahkan rendahnya nilai moral dalam dunia bisnis, lambat laun akan menjadi bumerang bagi bisnis itu sendiri, lantaran hilangnya kepercayaan.
Ketiga,
stabilisator. Spiritualitas bisnis menyadarkan pelakunya untuk melibatkan
kehadiran Allah mulai dari permulaan bisnis, proses, dan hasilnya.
Dengan kata lain menanamkan bahwa motif bisnis adalah karena Allah, dan dalam prosesnya harus sesuai dengan nilai-nilai Ilahiah, dan segala hasilnya mesti disyukuri, dievaluasi untuk perbaikan masa mendatang. rahasia trading forex
Maka tak ada kata rugi dalam kaca mata spiritual bisnis. Karena semuanya menjadi bermakna ibadah. Keterpisahan bisnis dengan spiritual justru akan menyeret manusia pada kegersangan hidup yang membuat dirinya bersikap arogan. Ia akan kehilangan jati dirinya, dan ujungnya akan menciptakan disharmonisasi irama kehidupan.
Dengan kata lain menanamkan bahwa motif bisnis adalah karena Allah, dan dalam prosesnya harus sesuai dengan nilai-nilai Ilahiah, dan segala hasilnya mesti disyukuri, dievaluasi untuk perbaikan masa mendatang. rahasia trading forex
Maka tak ada kata rugi dalam kaca mata spiritual bisnis. Karena semuanya menjadi bermakna ibadah. Keterpisahan bisnis dengan spiritual justru akan menyeret manusia pada kegersangan hidup yang membuat dirinya bersikap arogan. Ia akan kehilangan jati dirinya, dan ujungnya akan menciptakan disharmonisasi irama kehidupan.
Bagi seseorang
yang menggunakan kecerdasan spiritual sebagai pedoman hidup, akan bersikap
bahwa harta, profesi, dan jabatan hanyalah amanah Allah yang kelak harus
dipertanggung jawabkan. Dengan spiritual yang tinggi seseorang akan melihat
persoalan dengan lebih jernih dan subsantif. Sehingga kilau dunia tidak
membuatnya menjadi terlena, sebagaimana tragedi Qorun dengan kepongahan
hartanya. Spiritualitas bisnis akan membawa pelakunya pada titik ketentraman
lahir dan batin.
-Ikhtisar:
Keterlibatan
aspek spiritual dalam bisnis, akan memberi energi positif terhadap
kesinambungan bisnis.
Mengabaikan
aspek spiritual dalam bisnis justru akan deskontruktif terhadap kesinambungan
bisnis.
Demikianlah Artikel Bisnis Dalam Sufi
the life of the muslim world Bisnis Dalam Sufi, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan the life of the muslim world kali ini.
0 Response to "Bisnis Dalam Sufi"
Post a Comment