Putra camat

Putra camat - Hallo sahabat the life of the muslim world, pada kesempatan kali ini, kami akan bebragi ilmu tetang islam yang berjudul Putra camat, saya telah menyediakan semaksimal mungkin, artikel ini sehingga bisa bermanfaat untuk sahabat sekalian, maka dari itu jangan sungkan untuk komentar dan membagikan tulisa ini kempada yang lainnya.

Penulis : Putra camat
judul artikel : Putra camat

lihat juga


Putra camat

Putra Camat
Ketika pak camat memeriksa pesta di sekolah, putranya yang bernama Agan Endon, datang juga ke desa itu, ikut ayahnya, tapi tidak masuk ke dalam, hanya melihat dari luar.
Ketika murid-murid bubar, ia berdiri di depan sekolah, barangkali ada yang kenal. Kebetulan datang Rusdi ke depan Agan Endon, kemudian olehnya di panggil ;” jang…jang…jang.. apa itu Rusdi?”
“betul” jawab Rusdi.
“wah..wah ternyata tuan! Sudah lama datang ke sini tuan?”
“tentu saja, jang, lama! Dari tadi juga aku sudah di sini berdiri, melihat yang gagah-gagah,” jawab Agan Endon.
“apa agan sudah pesta?” Tanya Rusdi pada Agan Endon.
“tentu saja, jang! Di kota itu tanggal dua lima,” jawab Agan Endon.
Ketika Rusdi sedang berbincang dengan Agan Endon, maka datang Tuan Camat ke sana, juragan camat memeriksa Rusdi; jang ! kamu kan anaknya pa Lurah Pareman?”
“benar tuan” kata Rusdi, sambil hormat.
“dimana bapak, jang?” Tanya pak Camat.
“ada di rumah tuan!” jawab Rusdi.
“coba beritahu bapak kamu, aku akan ke sana!” kata pak Camat.
‘baik tuan, akan saya sampaikan!” Rusdi hormat, sambil pamit. Dari sana kemudian Rusdi pulang cepat, bermaksud memberi tahu bahwa pak camat akan datang.
Bapak Rusdi sangat bahagia, sebab akan kedatangan raden. Ibu Rusdi bersiap menyiapkan makanan, karena akan kedatangan Camat. Ketika sudah siap, maka datanglah pak Camat.
“bagaimana pak lurah, sehat?”
“berkat doa tuan, saya sehat!” jawab pak Rusdi.
Maka duduklah pak camat di kursi. Dan pak Rusdi duduk di depan tamu.
Rusdi sibuk menyediakan makanan di meja.
Sesudah itu maka Rusdi duduk, menemani Agan Endon sambil makan.
Pak Camat sungguh lama bercerita pada pak lurah dan memeriksa. Kemudian Agan Endon bermain di kebun. Oleh Rusdi dibekali buah-buahan yang banyak.
“silahkan tuan! Yang banyak, untuk pulang,” kata Rusdi.
Ketika pak camat sudah makan, maka langsung pamit pada pak lurah, dan naik kuda. Tak lupan Agan Endon mengikuti dari belakang.
“pak lurah, coba main lagi ke sana!” kata pak camat.
“baik tuan!” jawab pak Rusdi.
Agan Endon sangat jauh diantar oleh Rusdi. Ketika sudah sampai di luar desa. Agan Endon bicara;” sudah sampai sini saja mengantarnya, nanti kalau sudah bulan puasa, kamu jangan sampai tak datang ke rumah, kita main, di kecamatan sangat ramai!”
“baikalah” jawab Rusdi.
“baikalah Rusdi, selamat tinggal!” kata Agan Endon.
Kemudian Rusdi pulang lagi dengan cepat ke rumahnya, ingin menceritakan masalah pesta pada ibunya.


Jaksa Pintar
]
Di suatu negara ada seorang pedagang kaya, suatu waktu ia harus pergi ke negara lain. Sebelum pergi, tempat uanag, dan isinya, seribu rupiah, dititipkan di tetangganya yang dipercaya.
Sepulangnya dari perjalanan, cepat-cepat menemui tetangga yang dititipi. Ketika datang ia langsung menanyakannya.
“”duit apa?” jawab tetangganya, “ aku tidak menerima titipan dari kamu, apa kamu gila atau mimpi, coba ingat-ingat dulu yang benar.”
Saudagar tidak bicara lagi, kemudian pulang, serta kecewa, karena dihilangkan titipannya, kemudian memohon kepada jaksa, meminta pengadilan hokum.
“wah ini bukan perkara gampang” kata jaksa, “pantas saja orang itu tidak mengaku sebab ketika memberikan tidak ada saksi. Tapi aku akan sebisanya menolong hingga uang itu dimiliki kembali oleh kamu, sekarang coba pergi lagi kesana dan pinta kembali tapi jangan disebutkan dipinta oleh saya.”
Pedagan itu pergi ke tetangganya yang dititipi uang lalu meminta titipannya lagi.
“Wah! Wah! Wah! Apa kamu itu memang gila atau mimpi sudah minta titipan lagi . pergi sana jangan lalma-lama disini.!”
Paginya pedagang itu lalu datang lagi pada jaksa, menceritakan sebagaimana kata tetangganya itu.
“sudah kang!” kata jaksa,” nanti akan saya usahakan, sekarang akang diam saja disini jangan banyak cerita kepada siapapun bahwa akang ditipu.”
Setelah beberapa  hari tetangga yang dititipkan uang dipanggil oleh jaksa kerumahnya. Begitu kagetnya ia karena merasa dosa.
“nah ini!” kata jaksa,”sini masuk aku ada cerita dan sangat perlu sekali sama kamu. Dua atau tiga hari lagi kedepan saya akan pergi ada urusan yang harus diselesaikan, tapi aku sungguh kesusahan karena tidak ada orang yang dapat dipercaya dirumah,barang-barang titipan dan rumah, istri sedang pergi keluar kota. Saya pikir tidak ada orang yang pntas dipercaya selai kamu. Oleh sebab itu mau tidak mau kamu akan saya titipkan kuci-kunci dan barang emas intan semuanya.”
“baiklah tuan kalau tuan percaya.” Jawab penipu itu.
“tentu saja aku percaya, itu sebabnya saya panggil, kata jaksa. Lusa kamu harus kesini oleh saya akan diberi barang-barang itu. Sekarang pulang saja.”
Sepanjang jalan sungguh bahagianya ia karena akan mendapat keuntungan yang lebih besar. Ketika datang kerumah sudah ada ki saudagar yang akan meminta titipannya.
“wah! Wah! Wah! Sudah datang lagi kamu tidak dapat dikasih tau berkali-kali” kata penipu itu.
“aku juga bukan orang gila,” kata saudagar, “masa tanpa alasan meminta uang, sebab saya berani minta juga, karena memang benar, ternyata pada hari senin tanggal 15 rewah saya sudah menitipkan peti uang dan uangnya seribu rupiah, memberikannya tetap di sini. Jika kamu memang tidak mengaku, saya akan meminta pengadilan hokum, ingin memohon pada jaksa.”
Tukang tipu sangat kagetnya mendengar omongan saudagar, bahwa akn melaporkan pada jaksa, sebab jika terlihat dosanya maka akan ada masalah dengan saudagar, dan tentunya tidak jadi dititipan barng yang lebih mahal daripada titipan saudagar. Kemudian si tukang tipu mengambil peti dan uangnya itu, kemudian dihitung di depan saudagar, uangnya masih utuh.
“silahkan aku serahkan!” kata tukang tipu kepada ki saudagar, “ dulu bicara seperti itu, saya hanya guyon akan menggoda kamu, baik-baiknya dan sabarnya.”
Terima kasih kang!” kata saudagar sambil pergi, membawa peti uangnya. Keesokan harinya ki saudagar menemui jaksa.
Dihari yang telah ditentukan si tukang tipu menemui jaksa, akan menerima kunci-kunci dan barang-barang.
“kesini mang!” kata jaksa, “ saya titip barng-barang kepadamu tidak jadi, sebab saya mendengar kabar bahwa anda sudah menitu titipan saudagar, saya takut barang-barnag titipan saya ditipu seperti kepada ki saudagar, sekarang silahkan pulang, saya sekarang tidak percaya kepadamu, jika sifat kamu belum benar.”
Tukang tipu pulang dari depan jaksa, malu serta perihatin karena terbongkar kedoknya.

Bulan Puasa Lagi

Tanggal 28 bulan rewah pak Rusdi menerima surat dari Ramlan, memberu tahu bahwa pada tanggal 26 setelah pesta sekolah, ia naik kelas. Permintaan Ramlan supaya cepat dijemput ke Bandung.
Itu surtat oleh bapaknya diberikan pada Rusdi supaya dibaca. Dari mulai dibuka, Rusdi sudah tertawa sebab ia mengira sudah tentu memberi tahu Ramlan akan datang.
Ketika ia membaca: “Ramlan meminta cepat-cepat dijemput, Rusdi tertawa terbahak-bahak, lari memanggil adiknya.
“Misnem, Misnem, kesini kang Ramlan sudah datang” misnem lari terbirit-birit mendekati kakaknya sambil memanggil;”kang Ramlan datang, kang Ramlan datang! Mana sekarang kang Ramlan, Udi?”
“hih belum datang , baru suratnya, “kata Rusdi,”lusa kali datang ke sininya.
“wah kakak berbohong, aku sudah senang,” kata Misnem,”sebab mungkin bawa oleh-oleh buat aku.”
Tidak lama bapaknya mendengarkan anak-anaknya bercerita.
“bapak, kapan kang Ramlan datang?” kata Misnem.
“nanti sore,” jawab ayahnya,”ia oelh bapaknya akan dijemput di stasiun, berangkat dari Bandung barangkali tadi pagi di kereta apui pukul 8.
Ketika berbicara begitu, muncul ibunya menghampiri, kemudian berbicara kepada suaminya:”bapak coba berangkat selagi pagi, nanti kesiangan.”
“tentu saja,” jawab pak Rusdi, “kan itu lagi mempersiapkan kuda dulu.”
Ketika sudah kudanya siap, pak Rusdi menaikinya, kalau yang satu lagi dituntun oleh pembantunya.
Rusdi dan Misnem mengikuti dibelakangnya sampai jalan.
“Anak-anak,” kata ibunya, “disini saja menunggunya di rumah, masih lama dan nanti sore datangnya.”
Rusdi dan Misnem sehari itu sudah tidak sabar kesana kemari, melihat-lihat ke jalan barangkali kakanya terlihat.
Kira-kita waktu asar, ketika ibunya duduk di teras rumah, dari kejauhan ada yang menunggang kuda.
“tuh ternyata datang,” kata ibunya.
Kemudian Rusdi dan Misnem berlari menjemput kakanya. Ketika sampai, maka Ramlan Turun dari kuda, lalu adik-adiknya menghampiri, yang satu memegang tangan kiri dan satunya lagi yang kanan, bersamaan dari jalan menuju rumahnya.
Di teras semua duduk ramai tertawa kemudian pada makan.
Tak lama maka Ramlan membagikan kiriman pada adiknya, janji ketika tahun yang lalu. Rusdi di beri buku, penggaris, dan macam-macam peralatan tulis, dan misnem diberi boneka, cermin kecil dan sisir. Ketika Ramlan memberi, sungguh senangnya mereka. Mereka berlarian memperlihatkan kiriman kakaknya pada teman-teman bermainnya.
Setelah sore, Ramlan bercerita tentang keadaan doi Bandung kepada bapak dan ibunya, adik-adiknya tiduran mendengarkan cerita kakanya. Sudah malam alu semuanya tidur di dapur buatan ibunya.
Pagi harinya kerjanya hanya jalan-jalan bersama-sama seperti bulan puasa ke belakang.

Harum dan Suara
Di hari pakadsi, Ramlan, Rusdi dan temannya bermain layangan di sawah, ketika ramai-ramainya maka turunlah hujan sangat besar sekali. Anak-anak berlarian ke dangau berteduh.
Lah! Sungguh membosankan hujan ini, ya tidak’ kata Rusdi. “coba kang Ramlan bercerta daripada kesal” tentu saja jika ada yang bercerta tidak akan kesal,” kata teman-teman yang lain.
“baiklah kalau begitu, biar saya akan bercerita,” jawab Ramlan.”kesini lebih mendekat, dan dengarkan oleh kalian”
“begini ceritanya: ada orang gunung, namanya pak Keta, pada suatu hari ia berangkat ke kota menjual buah-buahan dan selain itu sedatangnya ke kota, banyak orang-oarng membeli sampai dagangan ak Keta habis. Uang hasil dagang kemudian dipakai berbelanja; sudah belanja maka pak Keta istirahat sejenak di warung.
”mau makan kang?” ka5ta tukang warung.
“betul” jawab pa Keta, “ ingin ngemil, nasi dan teman nasinya.”
“tunggu sebentar, kang, masih di perapian,” kata tukang warung.
“bagus tuan, ngopi dulu kalau begitu, sekalian dengan temannya,” jawab pa Keta.
Kopi dan temannya kemudian diberikan.
Pak Keta sangat lama menunggu nasi dan teman nasi. Kemudian ditanyakan lagi, “bagaimana nasinya tuan?”
“nanti sebentar lagi, teman nasinya belum matang,” jawab tukang warung.
“wah nanti kesorean dong,” jawab pa Keta, kemudian pergi sambil mengeluarkan uang untuk membayar kopi.
“kan mau makan dulu kang!” kata tukang warung.
“ah tidak jadi tuan, sebab dengan aroma dan harumnya juga saya sudah kenyang.” Pak Keta pergi dari warung bermaksud pulang. Tukang awrung menghalang-halangi sambil minta uang lagi.
“uang apa lagi tuan? Kan kopi sudah dibayar.”
“Wah. Wah uang apa katanya” jawab tukang warung. “kan nasi dan teaman nasinya belum dibayar.”
“mengapa harus bayar, kan makannya juga tidak jadi” jawab pak Keta.
“kan katanya sudah kenyang dengan harum masakan di dapur saya.”
“wah mengapa harumnya harus bayar?” jawab pa Keta.
“tentu saja harus dibayar!” jawab tukang warungsambil turun memegang tangan pa Keta. Maka saat itu jadi ribut, ada yang berkeras nagih, ada yang bersih keras tidak bayar. Orang-oarng dekat mendekati,. Pak Keta begitu sudahnya, bisa-bisa uang habis karena dibayar pada tukang warung.
Ketika sedang ribut diwarung, kebetulan ada raden melintas di sana. Raden mendengarkan apa yang terjadi, kemudiam memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. Raden sungguh kasian pada pa Keta, dari begitu pemalunya, kemudian mau dibodohi oleh orang sana.
“tunggu sebentar, mau jika say lerai” kata raden
“tentu saja” jawab mereka.
“berapa uang yang harus di bayar?” Tanya raden.
“satu rupiah tuan” jawab tukang warung
“”kamu Keta punya uang berapa?” Tanya raden, “coba bawa kemari!”
“ia saya punya” jawab pa Keta sambil diberikan.
Tukang warung tangannya sudah menengadah ingin uang.
“nanti tunggu dulu” kata raden, “terlihat ini uang?”
“ya terlihat, tuan!” jawab tukang warung.
“jumlahnya begini ia harus bayar?”
“ya tuan!”
uang yang satu rupiah oleh menak dilempar ke batu.
“bagaimana tukang warung, apa uang tadi terdengar?”
ya terdengar tuan!”
“bagus jika sudah terdengar,” kata raden.
“na itu bayarab pak Keta, pa Keta kenyang dengan harumnya masakan kamu di dapur, kamu harus menerima bayaran dengan suara pa Keta. Jadi sekarang sudah impas tidak punya hutang satu pun.nah ini uang pa keta silahkan ambil dan sekarang silahkan pulang.”
Raden pamit pada tukang warung dan langsung pergi.
Pa Keta cepat-cepat pergi, karena takut ditagih lagi oleh tukang warung.



Demikianlah Artikel Putra camat

the life of the muslim world Putra camat, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan the life of the muslim world kali ini.

Anda sedang membaca artikel Putra camat dan artikel ini url permalinknya adalah https://jumro.blogspot.com/2010/09/putra-camat.html Semoga artikel ini bisa bermanfaat.

0 Response to "Putra camat"