Penulis : kebun teh
judul artikel : kebun teh
kebun teh
KEBUN TEH
Sebelah Barat dan Timur kampung Rusdi terdapat perkebunan teh. Yang paling dekat menempuh perjalanan satu hari. Dari perkebunan itu Pa Rusdi suka mendapat uang banyak, hasil buah-buahan. Pada suatu hari smua pohon buah-buahan dipanen : mangga, rambutan, manggis, dan lainnya. Di depan rumah Rusdi sudah banyak buah-buahan. Sebagian ada yang sudah dimasukkan tempat untuk dikirim ke perkebunan, malah waktu itu pa Rusdi langsung mengirim sendiri, tidak menyuruh orang lain, sebab sekalian mau nagih.
Rusdi tau bahwa bapanya akan pergi ke perkebunan. Kebetulan berangkatnya hari Minggu. “Aku ikut Pa!” kata Rusdi.
“Ikut kemana ? Bapa tidak akan pergi kemana-mana,” jawab bapanya.
“Ah aku juga tau pa!” kan besok mau ke perkebunan membawa buah,” kata Rusdi.
“Baiklah, jika kamu tau,” jawab bapanya, “Tapi jangan rewel kamu, jika rewel nanti bapa tinggal.”
“Masa aku rewel, kan aku sudah besar, sudah kuat pergi sekolah.”
Hari Minggu pagi-pagi sekali Rusdi sudah keluar dari rumah dan menggiring beberapa tanggungan buah, untuk ke perkebunan.
Misnemtidak diajak karena takut rewel.
Tidak diceritakan di jalannya sudah sampai di kebun.
Dari bukit, Rusdi sudah melihat asap yang mengepul diatas rumah.
Rusdi berseru , “pak.. pak.. kebakaran, asap sudah mengepul!’
“Hih bukan kebakaran, Odie!” jawab ayahnya, “ asap dari tungku pabrik. Coba lihat, itu yang berdiri, lubang asapnya.”
“Jika itu gunung apa yang putih?” kata Rusdi pada bapaknya.
“Wah dasar orang kampung! Itu bukan gunung, tapi gedung namanya.
“Bapa, kalau gedung itu apa ?”
“Nanti saja di sana bapa beri tau.”
Semakin dekat ke pabrik, Rusdi semakin penasaran, melihat barang-barang yang aneh. Orang-orang banyak yang berlalu-lalang, membawa teh ke dalam pabrik.
”Bapa! Disana ada perempuan yang sedang memetik dedaunan apa ? Mari kita minta untuk lalab,” Kata Rusdi.
“Itu sedang memetik daun teh. Lihat, daunnya dibawa ke pabrik,” jawab bapanya.
Sewaktu yang berjalan sudah sampai pada satu warung di belakang pabrik, semua yang membawa tanggungan berhenti sejenak.
Sambil duduk mulut Rusdi belum berhenti diam, selalu bertanya, semuanya ditunjuk. Oleh banya sudah tidak lagi dijawab, karena cape, paling jawabnya hanya sekedar iya saja.
Sesudah beberapa lama istirahat, datang orang-orang dari pabrik untuk membayar hutang dan membeli buah.
DAUN TEH
Rusdi dan bapanya lama sekali duduk di warung, dekat pabrik. Buwah dagangannya sudah habis. Yang membayar hutang bising suara uang logam tembaga dan perak.
Sesudah beres yang membayar hutang dan sudah tidak cape lagi, Pa Rusdi dan teman-temannya berangkat dari warung, melihat-lihat yang aneh di kontrakan.
Mata Rusdi tidak mau diam, melirik kesana-kemari, heran dan keget, sehingga tiada satu barangpun yang tidak ia tanyakan.
Sesudah sekeliling pabrik dijelajahi semua, semuanya kembali duduk di awrung.
Sehabis Dzuhur, Pa Rusdi pamit kepada tukang warung, akan pulang. “Kenapa tidak disini saja tidurnya barang satu malam,” kata tukang warung.
“Terima kasih, kang ! Nanti saja kapan-kapan, sekarang tidak bisa karena di rumah sedang banyak urusan,” Kata Pa Rusdi.
Sesudah pamitan, Pa Rusdi serombongan berangkat.
Sewaktu sampai di kebun teh yang luas, Rusdi bertanya kepada bapanya; “bapa mengapa hanya di sini saja yang banyak kebun tehnya ? Tapi di kebun kita tidak ada .”
“Karena di sini sengaja di tanam. Yang ditanam bijinya, itu yang sebesar mata hijang.
Di sini dahulu juga tidak ada kebun teh, mengambil bibitnya dari negeri Cina. Mulai menanam teh di kontrakan ini, sewaktu kakekmu masih muda. Menurut aturan menanamnya harus begitu, berjajar. Karena pucuknya dupotong, jadi tidak bisa tinggi lagi malah menyamping. Di bawahnya harus dibersihkan, supaya pohonnya tumbuh besar. Yang diambil hanya daun yang muda saja, yang paling bagus pucuknya. Tadi sewaktu di pabrik banyak yang dikeranjangi, dibawa ke gudang. Dari sana dibawa ke tempat penggilingan. Sesudah itu disimpan seperti peuyeum selama tiga perempat jam, lalu dikeringkan. Sesudah kering lalu diwadahi ke peti yang sudah dilapisi timah tipis di dalamnya, supaya tidak kemasukan air. Jika terkena air, atau tidak sengaja terbasahi tentu wanginya hilang. Sesudah dipetikan di bawa ke tanah seberang di jual disana.”
“Jadi kita minum air teh dari sini tehnya ?” kata Rusdi.
“Tentu !” jawab bapanya.
Sepanjang jalan Pa Rusdi dan anaknya mendongengkan perkara teh.
Dari saking enaknya mengobrol dan enaknya yang dibawa mengobrol tak terasa sudah sampai di kampung halaman.
“Wah tak terasa sudah sampai di kampung. Itu Misnem menjemput.”
Sesudah sampai ke rumahnya, lalu Misnem dan Ibunya membuka barang bawaan, kalau Rusdi terlentang di tempat tidur sambil ngos-ngosan karena cape.
JAWABAN
Pada waktu sore hari Rusdi dan Misnem bermain di halaman. Orang tuanya duduk di teras depan.
Tidak lama kemudian ada surat yang datang.
“Membawa surat, Mang ?” kata Rusdi kepada tukang surat.
“Iya tentu, Jang !” jawab tukang surat. “Ini suratnya.”
Suratnya oleh Rusdi sudah dipegang. Sewaktu dibaca, ternyata surat itu untuk dirinya.
Rusdi lalu berlari, ingin memperlihatkan surat itu kepada orang tuanya.
“Surat dari mana, Di ?” kata bapanya.
“Wah, ternyata dari Bandung, dari Kang Ramlan,” Ucap Rusdi.
“Coba Ujang baca !, Bapa mau mendengarkan, isi surat apa, katanya.”
Lalu Rusdi membuka surat, dikerumuni oleh orang tuanya lalu oleh Misnem lalu dibaca begini katanya :
Ujang Rusdi,
Surat Udi sudah diterima oleh akang. Setelah membaca surat itu, akang sangat kaget, karena dahulu Udi belum bisa menulis dengan baik, kalau sekarang sudah bisa surat-menyurat. Akang merasa bangga sekali melihat surat hasil Udi, walaupun tulisannya masih belum jelasnya, hurufnya masih belumbenar keloihatan oleh akaang bagus dan lucu.
Syukur!syukur!syukur! Udi sdekarang sudah sekolah, dan sekarang sudah mempunyai pengetahuan dari sekolah.
Sekarang kita mudah untuk saling berkirim surat, memberitahu apa-apa yang terjadi.
Akang sangat senang, karena Udi disekolah dibiayai oleh tuan Kontrolil. Mungkin itu karena Udi sudah mendapat tempat di hatinya.
Yang rajinsaja sekolahnya supaya oleh bapa cepat disekolahkan ke Bandung. Bagaimana kabar bapa dan ibu sehat? Jika ada apa-apa, harys cepat-cepat Udi berkirimsurat ke Akang. Akang juga seperti itu, kalau adas yang aneh-aneh di Bandung tentu berkirim surat
Demikianlah Artikel kebun teh
the life of the muslim world kebun teh, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan the life of the muslim world kali ini.
0 Response to "kebun teh"
Post a Comment