Penulis : ke bandung
judul artikel : ke bandung
ke bandung
KA BANDUNG
Dari bulan puasa lurah pariman dan istrinya berunding untuk mengantarkan Rusdi supaya sekolah bersama Ramlan di bandung.
Setiap hari ibu rusdi menyuguhkan untuk bekal dan buat dikirim untuk yang akan didatangi di Bandung, siang malam tidak lagi yang diceritakan oleh rusdi, misnem dan Ramlan hanya keramaiyan di Bandung. Dari waktu itu, rusdi sudah membayangkan setiap yang diceritakan oleh Ramlan, semua kan di tontonnya.
Rusdi dan Misnem sewaktu-waktu bermain dengan kakanya berkeliling bertemu teman-teman bermain dan teman sekolah : katanya
“ingin bertemu selagi masih ada, sebab jika sudah di Bandung, belum tentu bias bertemu lagi.”
Besok sore anak-anak di desa itu berdatangan ke rumah Rusdi bermain dan ikut makan saja.
Pada tanggal lima belas bulan puasa, Ramlan dan adik-adiknya menjenguk kakeknya di gunung, dan sekalian memberi tahu bahwa Rusdi pada bulan sawal jadi berangkatkan ke Bandung. Nenek dan kakeknya menyetujuinya dan mendoakannya semoga cepat pintar dan selamat.
Ramlan dan adiknya diijinkan lima hari menjenguk kakeknya, hari ke enamnya sudah pulang lagi ke desanya.
Tanggal 21 bulan puasa sedah ada di rumahnya lagi. Pada malam ini. Rusdi tidak sepertibiasanya seperti setahun ke belakang, sebab pikirannya sudah di Bandung saja.
Waktu lebaran kemarin, yang membaca buku ini mungkin masih ingat, begitu senangnya Rusdi terhadap jajanan petasan, tapi sekarang tidak, karena uangnya dikumpulkan untuk bekal di jalan dan untuk membeli karcis.
Waktu hari lebaran itu, semua saudara-saudaranya sudah diberi tahu oleh Rusdi, sebab pada tanggal 3 bulan sawal, keberangkatannya ke Bandung.keesokan harinya Ramlan dan Rusdi berangkat mengunjungi lurah di desa itu, maksunya tiada lain untuk meminta doa supaya selamat selamanya jangan sakit-sakitan seperti dahulu. Sepulantg dari rumah lurah, lalu ke guru Rusdi, maksudnya yaitu untuk pamit juga.
Rusdi sangat lama dinasihati oleh gurunya supaya belajar dan menjaga badan supaya hasil sesuai dengan keinginannya dan keinginan orang tuanya menjadi kenyataan.
Sesudah selesai dinasihati gurunya serta sudah disediakan makanan, lalu Rusdi dan Ramlan pamit untuk pulang sebab masih banyak urusan barang yang harus dibawa ke bandung. Sipincang, sijalu dan kerbaunya begitu setujunya dari ditinggalkannya begitu lama dan jauh. Tapi oleh Rusdi di ajak berbicara seperti ke manusia, diajak bicara supaya janganm kecil hati, sebab tahun depan akan bertemu lagi.
Tanggal 3 sawal malemnya akan berangkat, pagi-pagi sudah ramai yang membereskan barang bawaan, yang menjadaikan kuda tunggangan dan lain dari itu. Kira-kira waktu subuh, maka berangkatlah semua pergi dari kampung berbondong-bondong yang naik kuda dan yang memikul.
Di Jalan
Tadi sudah diceritakan bahwa waktu subuh mereka berangkat. Pak Rusdi dan anak istrinya yang menjadi berangkat pagi, sebab ingin mengejar kereta yang sangat pagi di halte, supaya datang ke Bandung masih siang, supaya tidak ribut sabab loba batur, ditambah lagi malu-malu.
Pada waktu berangkat dari rumahnya, tentu saja agak malam, hanya seterang-terangnya oleh obor. Makin lama berjalan semakin terang awan lalu tiba waktu pagi, obornya sudah dipadamkan.
Waktu terbit matahari mereka sudah sampai ke tepi kebun téh. Kira-kira pukul tujuh semuanya istirahat.
Rusdi, kata bapaknya,” masih ingatkah kamu tempat ini?”
“tentu pak,” kata Rusdi :” ini kebun téh nya, yang dulu terlewat oleh kita waktu mau ke kontr4ak téh.”
“tuh di sebelah bukit itu, jelas ke kontrakan téh.”
“kapan kamu ke sini,?” kata Ramla.
“dulu kakak, “ jawab Rusdi, “ketika bapak berangkat ke kontrak, waktu itu saya kebetulan ikut dan hari minggu”
misnem hanya termenung mendengar yang bercerita, sebab tidak tahu apa-apa, dari tercengangnya melihat keindahan, kesana sini penuh dengan desa-desa, begitu juga ketika melihat begitu banyaknya pabrik téh, ia bengong dan menunjuk san segala ditanyakan seperti Rusdi dahulu.
Tak terceritakan di jalannya, sudah sampai ke pabrik téh lalu istirahat lagi. Di situ tingkah laku rusdi sangat beda dari saudara-saudaranya, sebab segala tahu, ketika dahulu. Dimana Misnem bertanya apapun, dengan cepat oleh Rusdi di jawab, tidak boleh dijawab orang lain.
Sekitar seperempat jam berhgenti di situ dan pergi lagi, turun naik seperti tadi. Sesampai di satu bukit pertama Rusdi bengoong, sebab disebelah itu belum terjamah olehnya.
Itu bagunan apa, ?” kata rusdi.
“ nah kamu sekarang yang bertanya, tidak seperti tadi” jawab Ramlan.” Lihat gedung itu yang disebut halte.” Aku juga dan semua akan ke gedung itu’. Dari sana kita harus menunggu kereta apui yang ke barat jurusan Bandung.”
“lah inginnya segera sampai” kata Rusdi.
Tak lama rombingannya sudah sampai di halte. Disitu nampak orang-orang yang menunggu kereta. Rusdi dan Misnem tadak ada kerjaan hanya bengong, culak-colek ke Ramlan dan segala ditanyakan.
Ketika Rusdi bertanya, kelenong ada yang berbunyi. Rusdi terkejut sambil melihata yang berbunyi. ‘Apa itu” kata Rusdi.
“lonceng itu dik’ jawab Ramlan.
“itu yang digantung” kapan tadi yang dipukul, sebagi tanda bahwa kita harus membeli karcis. Tuh lihat sudah berkumpul dekat pembelian karcis, bapak juga sedang membeli, mungkin.
Sesudah menyediakan karcis, maka duduklah mereka, tak lama kereta api datang. !”
“itu apa” kata Rusdi. Kan itu yang namanya kereta api” jang Rusdi. Nah dengan kereta ini kita ke Bandung itu.
Ketika kereta sudah berhenti di halte, lalu naikdan duduk di bangku gerbong kelas tiga.
Di Kereta Api
Ramaln dan adik-adiknya duduk dibangku dareksi, ibu dan bapaknya duduk dekat Rusdi dan Misnem.
Dari mulai duduk anak yang berdua tersebut Cuma bengong saja, dari seusianya baru melihat kereta api, matanya larak-lirik ke kanan ke kiri, semuanya menjadi kaget dan terkejut.
“ini orang yang ada di kereta akan ke Bandung semua, kang?” kata rusdi pada kakanya.
“tidak, semua ke Bandung,” kata Ramlan,”mungkin sebagian hanya ke halte-halte sebelum Bandung, yang sebagian lagi terus”.
“kenapa banyak lagi halte di sana?”
“ya tentu saja, malah ada yang lebih besar dibanding ini” kata Ramlan
ketika anak-anak sedang ngobrol, terdenagr bunyi terompet, kereta api bunyi. Loncek sudah dipukul tiga kali, disana gerbong direksi diadu.
Rusdi dan Misnem berpegangan serta kuat sekali pada Ramlan, sambil berbisik: “ mengapa kang, kok begini kereta api itu, bagaiomana kalau ruksak! Apa hancur?”
“wah tidak apa-apa,” jawab Ramlan, “ sudah biasa saja begitu, sebab ada tumbukan pada sambungan kereta, tak lama lagi juga biasa berantgkat.”
Ketika sedang bicara, maka kereta maju.
“ tuh kan sekarang maju kan” kata Ramlan.
Rusdi dan Misnem terus larak-lirik, kaget dan kaget.
Ketika Rusdi melihat ke luar, kemudian berdiri sambil menunjuk kepada kakaknya” wah wah wah! Mungkin ada lidu, pohon pohon pada tumbang.”
“wah itu?” kata Misnem sambil menunjuk, “ mengapa ada rumah yang maju, apa ada yang menarik?”
Ramlan melirik sambil senyum, melihat tingkah adik-adiknya. Lalu bicara “Sudah biasa itu, Di, jika dilihat dari kereta, pohon-pohon seperti tumbang, rumah seperti maju, seperti ada yang menarinya. Sebenarnya pohon dan rumah itu dima seperti di kampung, hanya saja kereta yang jalannya cepat, kan kalau kita naik Kahar juga, tanak seperti jalan. Nah pohon dan rumah pun tidak beda seperti demikian.”
Ketika mereka sedang ngobrol, maka datanglah konektur kereta yang memeriksa karcis. Yang Rusdi juga tentu tidak akan terlewat, tapi pertama olehnya tidak diberikan, sebab dapat beli katanya. Ketika melihat yang Ramlan dan Misnem, sudah dilubangi diberikan kembali, lalu punya Rusdi juga diberikan pada konektur.
“wah mengapa dilubangi, ya kakng, supaya apa?”
Ketika anak-anak bicara, maka kereta tiba-tiba terhenti, sedah sampai di halteu.
“nah sudah sampai Di Bandung pa,” kata Rusdi.
“wah bukan Bandung ini,” jawab ayahnya, “ masih jauh kalau Bandung.”
Sesudah berhenti, maka ribut lagi Rusdi dengan kakaknya. Sudah lama maka sampai lagi di halteu berikutnya, begitu seterusnya, sampai di Bandung sore pukul satengah tujuh.
Barang bawaan oleh ayahnya dibereskan, semuanya turun dari kereta. Rusdi dan Misnem mangkin tambah kaget ketika melihat banyaknya mobil dan kereta rapi, lampu bercahaya. Dalam waktu iru mereka bingung, tidak bicara sedikitpun, hanya culak-colek pada ayahnya sambil bisik-bisik.
Paman Rusdi lama sekali berdiri dekat gerbang, menyetop Pa Rusdi da keluarga. Ketika Pa Rusdi larak-lirik, maka datangllah paman mendekat.
“nah ini dia” kata Ramlan.
Oaring tua Rusdi sangat senang dari pertemuan itu. Dari sana maka mereka naik mobil ke rumah paman Rusdi, di Bancey.
Demikianlah Artikel ke bandung
the life of the muslim world ke bandung, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan the life of the muslim world kali ini.
0 Response to "ke bandung"
Post a Comment