Penulis : Sudah Saatnya
judul artikel : Sudah Saatnya
Sudah Saatnya
SUDAH SAATNYA..
===
Pagi itu, 26 Maret 1863, dengan jumawa Belanda menyatakan perang di wilayah Aceh. Penjajah ini sudah sangat yakin akan menang mudah. Meriam, oke. Senapan, lengkap. Prajurit, bugar. Menurut Belanda, dengan sekedar alat perang tradisional, Aceh takkan bisa bernafas panjang.
Sayangnya, dugaan itu meleset. Rakyat Aceh ternyata bukan lawan sembarangan. Mereka bukan seperti musuh-musuh Belanda sebelumnya yang bermental tempe. Orang-orang Aceh ini makin digertak, makin maju. Makin ditodong meriam, makin menjemput kematian.
Urusan perang Aceh sungguh kapiran bagi Belanda. Berpuluh tahun berperang, tak keluar seucap pun kata menyerah dari mulut rakyat serambi Mekkah. Belanda benar-benar menyesal telah menyatakan perang. Kerugian materi dari perang itu hampir membuat VOC bangkrut. Belum lagi jumlah korban jiwa dari pihak penjajah diprediksi menelan 100.000 prajurit!
"Ada apa ini?" Pertanyaan itu berkelebat di kepala para Jenderal Belanda. "Kenapa mereka seperti orang yang tak takut mati?"
Mereka tidak tahu bahwa masyarakat Aceh telah mengenal istilah 'Jihad'. Kamu membela tanah air, mempertahankan hakmu atas perampok, kamu perang lalu mati, kamu dapat surga. Itu janji Allah.
Siapa yang tak ingin masuk surga?
Maka, ancaman kematian dari penjajah bukannya ditakuti oleh rakyat Aceh, malah dirindukan.
Aceh berada di atas angin.
Lalu datanglah orang itu, atas undangan pemerintah Belanda. Lelaki kurus dengan kemampuan berfikir di atas rata-rata. Diam-diam, ia mempelajari karakter orang Aceh. Mereka adalah masyarakat yang agamis. Menyerang fisik secara frontal, bukan malah membuat mereka lemah, malah menjadi termotivasi. Dan dengan pengamatan itu, ia mengusulkan suatu strategi jitu pada Jenderal perang Belanda. Berkat strategi dia-lah, situasi perang berbalik 180 derajat.
Lelaki kurus ini, bernama: Snouck Hurgronje.
*
Untuk menguatkan analisisnya terhadap karakter orang Aceh yang kuat terhadap keislaman, Snouck Hurgronje bahkan rela pergi ke tempat agama Islam pertama kali muncul, Mekkah. Selama dua tahun, Snouck belajar tekun tentang bahasa Arab, sejarah Islam, menghafal Quran, hingga akhirnya ia tahu tentang materi Jihad. Pria kelahiran 8 Februari 1857 ini pun mengambil kesimpulan, sia-sia menyerang fisik rakyat Aceh, menodongnya dengan pistol, mereka takkan gentar.
Kemudian, otaknya berfikir, "Kalau tidak bisa diperangi fisik, Aceh harus diperangi mind set-nya."
Tapi mind set rakyat Aceh bagian mana yang harus dirubah?
Lama sekali ia memutar otak. Lalu, viola!
PISAHKAN AGAMA DENGAN URUSAN DUNIA.
Rumus inilah yang Snouck Hurgronje bawa pulang ke Nusantara, lalu memberitahukannya pada para jenderal perang Belanda.
Sebelumnya, Belanda melarang orang-orang Aceh berhaji, menahan mereka di pelabuhan. Snouck memarahi pembuat kebijakan itu.
"Jangan. Jangan larang mereka berhaji. Biarkan saja mereka berangkat. Semakin kau larang mereka berhaji, makin keras pula mereka melawan kita. Yang penting kita batasi saja durasinya. Jangan sampai mereka terlalu lama di Mekkah."
Dan dengan berpura-pura menampilkan wajah polos, Snouck bilang pada para tokoh-tokoh berpengaruh di Aceh.
"Mohon maaf selama ini kami memerangi kalian. Kami sadar kami salah. Maka, biarlah kita selesaikan perseturuan ini. Jadi silakan orang-orang Aceh fokus beribadah di meunasah (surau/ langgar), kami janji takkan mengganggu kalian. Tapi urusan kebun-kebun biar kami yang pegang."
Nampak benar, nampak sangat toleran. Bahkan percaya atau tidak, Belanda menyumbang dana yang sangat besar untuk membantu pembuatan mushollah, tempat wudhu, kegiatan keagamaan, irigasi air, sampai jalan-jalan menuju mushollah mereka perbaiki agar rakyat Aceh nyaman beribadah. Edan!
Tapi siasat pemisahan antara agama dengan dunia inilah yang menjadi titik balik kekalahan rakyat Aceh.
Setelah mereka merasa nyaman dan tenang beribadah di masjid-masjid, saat itulah Belanda menguasai seluruh tanah produktif. Beberapa orang sudah mengingatkan potensi bahaya tentang hal ini kepada para tetua, tapi hanya dijawab,
"Biarlah, yang penting kita masih bisa beribadah dengan tenang di meunasah. Selama Belanda tidak mengganggu ibadah kita, kita tak perlu berperang. Toh, Belanda sudah banyak menyumbang untuk pembuatan rumah ibadah kita."
Saat itulah, saat seluruh ekonomi dan politik dikuasai penuh, Belanda menghajar K.O. Rakyat Aceh dari belakang. Tanpa ampun. Aceh kelimpungan. Mereka sudah tak punya ketersediaan materi untuk melawan Belanda. Semangat mereka memang masih membara, tapi kini tak lagi imbang. Penjajah menang telak.
Kemenangan itu akhirnya "diresmikan" pada tahun 1903. Sultan Aceh, Muhammad Daud Syah, menyatakan kekalahannya terhadap Belanda secara tertulis.
*
Snouck Hurgronje memang sudah mati di Laiden, Belanda tahun 1936. Tapi siasatnya di Perang Aceh lalu masih digunakan orang-orang yang ingin menguasai ekonomi dan politik untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia. Gencar sekali mereka mengatakan,
"Sudah, kalian orang baik, tidak perlu terjun di dunia bisnis. Bisnis itu jahat, loh. Banyak penipu di sana sini. Nanti ibadahmu terganggu kalau ngurus bisnis. Biar kami saja yang ngurus hal ini."
Jika ada ahli agama berbisnis, mereka akan teriak,
"Masa' Ustadz kok masih mikirin dunia. Hubbud dunia, itu. Harusnya fokus mikir akhirat."
Jika ada Ustadz masuk politik, mereka akan mengumpulkan tim bully,
"Ustadz kok ngomongin politik. Itu Ustadz apa provokator?"
Atau,
"Masjid kok dibuat ngomong politik. Dasar penjual ayat!"
Ketika orang-orang baik, orang-orang yang paham agama tidak menguasai ekonomi dan politik, saat itulah kedua unsur ini dipegang oleh orang-orang tak bermoral. Padahal, ekonomi dan politik adalah faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ippho Santosa, seorang trainer bisnis terkenal di negeri ini mengatakan,
"Orang Islam yang miskin, memang masih bisa berhaji, tapi dia sulit menghajikan orang lain. Orang Islam yang miskin, memang bisa beribadah, tapi dia tidak bisa membangun rumah ibadah. Sebaliknya orang Islam yang kaya, dia bisa haji, juga bisa memberangkatk
islamic boarding school in usa, islamic boarding school in new york, islamic boarding school terbaik, international islamic boarding school biaya, islamic boarding school in chicago, international islamic boarding school kuningan, islamic boarding school in new jersey, islamic boarding school in texas
===
Pagi itu, 26 Maret 1863, dengan jumawa Belanda menyatakan perang di wilayah Aceh. Penjajah ini sudah sangat yakin akan menang mudah. Meriam, oke. Senapan, lengkap. Prajurit, bugar. Menurut Belanda, dengan sekedar alat perang tradisional, Aceh takkan bisa bernafas panjang.
Sayangnya, dugaan itu meleset. Rakyat Aceh ternyata bukan lawan sembarangan. Mereka bukan seperti musuh-musuh Belanda sebelumnya yang bermental tempe. Orang-orang Aceh ini makin digertak, makin maju. Makin ditodong meriam, makin menjemput kematian.
Urusan perang Aceh sungguh kapiran bagi Belanda. Berpuluh tahun berperang, tak keluar seucap pun kata menyerah dari mulut rakyat serambi Mekkah. Belanda benar-benar menyesal telah menyatakan perang. Kerugian materi dari perang itu hampir membuat VOC bangkrut. Belum lagi jumlah korban jiwa dari pihak penjajah diprediksi menelan 100.000 prajurit!
"Ada apa ini?" Pertanyaan itu berkelebat di kepala para Jenderal Belanda. "Kenapa mereka seperti orang yang tak takut mati?"
Mereka tidak tahu bahwa masyarakat Aceh telah mengenal istilah 'Jihad'. Kamu membela tanah air, mempertahankan hakmu atas perampok, kamu perang lalu mati, kamu dapat surga. Itu janji Allah.
Siapa yang tak ingin masuk surga?
Maka, ancaman kematian dari penjajah bukannya ditakuti oleh rakyat Aceh, malah dirindukan.
Aceh berada di atas angin.
Lalu datanglah orang itu, atas undangan pemerintah Belanda. Lelaki kurus dengan kemampuan berfikir di atas rata-rata. Diam-diam, ia mempelajari karakter orang Aceh. Mereka adalah masyarakat yang agamis. Menyerang fisik secara frontal, bukan malah membuat mereka lemah, malah menjadi termotivasi. Dan dengan pengamatan itu, ia mengusulkan suatu strategi jitu pada Jenderal perang Belanda. Berkat strategi dia-lah, situasi perang berbalik 180 derajat.
Lelaki kurus ini, bernama: Snouck Hurgronje.
*
Untuk menguatkan analisisnya terhadap karakter orang Aceh yang kuat terhadap keislaman, Snouck Hurgronje bahkan rela pergi ke tempat agama Islam pertama kali muncul, Mekkah. Selama dua tahun, Snouck belajar tekun tentang bahasa Arab, sejarah Islam, menghafal Quran, hingga akhirnya ia tahu tentang materi Jihad. Pria kelahiran 8 Februari 1857 ini pun mengambil kesimpulan, sia-sia menyerang fisik rakyat Aceh, menodongnya dengan pistol, mereka takkan gentar.
Kemudian, otaknya berfikir, "Kalau tidak bisa diperangi fisik, Aceh harus diperangi mind set-nya."
Tapi mind set rakyat Aceh bagian mana yang harus dirubah?
Lama sekali ia memutar otak. Lalu, viola!
PISAHKAN AGAMA DENGAN URUSAN DUNIA.
Rumus inilah yang Snouck Hurgronje bawa pulang ke Nusantara, lalu memberitahukannya pada para jenderal perang Belanda.
Sebelumnya, Belanda melarang orang-orang Aceh berhaji, menahan mereka di pelabuhan. Snouck memarahi pembuat kebijakan itu.
"Jangan. Jangan larang mereka berhaji. Biarkan saja mereka berangkat. Semakin kau larang mereka berhaji, makin keras pula mereka melawan kita. Yang penting kita batasi saja durasinya. Jangan sampai mereka terlalu lama di Mekkah."
Dan dengan berpura-pura menampilkan wajah polos, Snouck bilang pada para tokoh-tokoh berpengaruh di Aceh.
"Mohon maaf selama ini kami memerangi kalian. Kami sadar kami salah. Maka, biarlah kita selesaikan perseturuan ini. Jadi silakan orang-orang Aceh fokus beribadah di meunasah (surau/ langgar), kami janji takkan mengganggu kalian. Tapi urusan kebun-kebun biar kami yang pegang."
Nampak benar, nampak sangat toleran. Bahkan percaya atau tidak, Belanda menyumbang dana yang sangat besar untuk membantu pembuatan mushollah, tempat wudhu, kegiatan keagamaan, irigasi air, sampai jalan-jalan menuju mushollah mereka perbaiki agar rakyat Aceh nyaman beribadah. Edan!
Tapi siasat pemisahan antara agama dengan dunia inilah yang menjadi titik balik kekalahan rakyat Aceh.
Setelah mereka merasa nyaman dan tenang beribadah di masjid-masjid, saat itulah Belanda menguasai seluruh tanah produktif. Beberapa orang sudah mengingatkan potensi bahaya tentang hal ini kepada para tetua, tapi hanya dijawab,
"Biarlah, yang penting kita masih bisa beribadah dengan tenang di meunasah. Selama Belanda tidak mengganggu ibadah kita, kita tak perlu berperang. Toh, Belanda sudah banyak menyumbang untuk pembuatan rumah ibadah kita."
Saat itulah, saat seluruh ekonomi dan politik dikuasai penuh, Belanda menghajar K.O. Rakyat Aceh dari belakang. Tanpa ampun. Aceh kelimpungan. Mereka sudah tak punya ketersediaan materi untuk melawan Belanda. Semangat mereka memang masih membara, tapi kini tak lagi imbang. Penjajah menang telak.
Kemenangan itu akhirnya "diresmikan" pada tahun 1903. Sultan Aceh, Muhammad Daud Syah, menyatakan kekalahannya terhadap Belanda secara tertulis.
*
Snouck Hurgronje memang sudah mati di Laiden, Belanda tahun 1936. Tapi siasatnya di Perang Aceh lalu masih digunakan orang-orang yang ingin menguasai ekonomi dan politik untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia. Gencar sekali mereka mengatakan,
"Sudah, kalian orang baik, tidak perlu terjun di dunia bisnis. Bisnis itu jahat, loh. Banyak penipu di sana sini. Nanti ibadahmu terganggu kalau ngurus bisnis. Biar kami saja yang ngurus hal ini."
Jika ada ahli agama berbisnis, mereka akan teriak,
"Masa' Ustadz kok masih mikirin dunia. Hubbud dunia, itu. Harusnya fokus mikir akhirat."
Jika ada Ustadz masuk politik, mereka akan mengumpulkan tim bully,
"Ustadz kok ngomongin politik. Itu Ustadz apa provokator?"
Atau,
"Masjid kok dibuat ngomong politik. Dasar penjual ayat!"
Ketika orang-orang baik, orang-orang yang paham agama tidak menguasai ekonomi dan politik, saat itulah kedua unsur ini dipegang oleh orang-orang tak bermoral. Padahal, ekonomi dan politik adalah faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ippho Santosa, seorang trainer bisnis terkenal di negeri ini mengatakan,
"Orang Islam yang miskin, memang masih bisa berhaji, tapi dia sulit menghajikan orang lain. Orang Islam yang miskin, memang bisa beribadah, tapi dia tidak bisa membangun rumah ibadah. Sebaliknya orang Islam yang kaya, dia bisa haji, juga bisa memberangkatk
islamic boarding school in usa, islamic boarding school in new york, islamic boarding school terbaik, international islamic boarding school biaya, islamic boarding school in chicago, international islamic boarding school kuningan, islamic boarding school in new jersey, islamic boarding school in texas
Demikianlah Artikel Sudah Saatnya
the life of the muslim world Sudah Saatnya, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan the life of the muslim world kali ini.
0 Response to "Sudah Saatnya"
Post a Comment